Kecenderungan Media Massa terhadap Kasus Penistaan Agama
Pada
tahun 2016 , dapat kita amati bahwa telah terjadi suatu kasus yang sedang
hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia . Awal bulan Februari 2017 ,akan
diadakan Pilkada DKI Jakarta . Masing-masing calon Gubernur DKI Jakarta setiap
harinya selalu mengadakan kampanye ke daerah-daerah untuk menarik masyarakat
agar memilih dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017-2022. Adapun
beberapa calon yang akan maju dalam Pilkada 2017 salah satunya yaitu Basuki
Tjahaja Purnama dengan pasangannya Djarot Saiful Hidayat.
Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering
disebut Ahok , pada akhir-akhir ini sedang mengalami suatu kasus yang sangat
membuat masyarakat Indonesia terkejut. Masalah dugaan penistaan agama Islam
yang menjerat dirinya tampak membuat gubernur nonaktif itu ciut. Ditambah,
beberapa aksi masyarakat Muslim yang berdemo menuntutnya segera dipenjarakan.
Hal ini berawal pada saat Ahok sedang diwawancarai oleh salah satu media massa.
Hal ini membuat citra Ahok pada pilakda 2017 sangat menurun.
Permasalah
ini berawal pada saat dirinya sedang berbicara dengan warga di Kepulauan Seribu
pada Selasa 27 September lalu, Ahok mengutip ayat Alquran. Pernyataan Ahok itu
disebarluaskan di media sosial setelah dipotong, sehingga memiliki arti yang
berbeda. Ahok pertama kali dilaporkan kelompok pengacara yang menamakan diri
Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) pada 6 Oktober 2016 dengan tuduhan menistakan
agama. Setelah ACTA, sejumlah elemen masyarakat menyusul kemudian. Berdasarkan
catatan Kepolisian, ada 14 laporan dan satu surat pengaduan yang diterima
Bareskrim terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok tentang Al Maidah 51.
Untuk
menghindari gerakan massa yang terus meluas, Presiden Jokowi meminta polisi
memproses hukum dengan cara terbuka dan transparan. Bareskrim Polri pun
langsung melakukan gelar perkara secara terbuka pada 15 November 2016. Meski
awalnya terbuka, gelar perkara yang dimulai pukul 09.00 WIB itu berlangsung
tertutup.
Pengacara
Otto Hasibuan menilai bahwa proses hukum kasus penistaan agama yang menyeret
Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berlangsung
supercepat, dari penyelidikan, penyidikan, hingga pelimpahan berkas penyidikan
ke kejaksaan.
"Meski tidak ada yang salah,
percepatan proses hukum kasus ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini tidak
biasa. Memang tidak bisa dihindari, nuansa politis dalam kasus Ahok ini sangat
kental. Apalagi ini mencuat disela masa kampanye pilkada DKI Jakarta," ujar
Otto dalam rilisnya, Senin, 5 Desember 2016.
Media
massa sangat berpengaruh terhadap citra Ahok. Karena di media massa tersebutlah
semua kejadian yang telah terjadi dapat ditayangkan dan dilihat oleh seluruh
masyarakat di Indonesia. Sebagian besar media massa banyak yang memanfaatkan
hal tersebut untuk menurunkan citra Ahok sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta di
depan masyarakat . Namun adapula sebagian media massa yang mendukung Ahok
dengan cara memperbaiki citra Ahok didepan masyarakat , agar citra Ahok tetap
baik didepan khalayak .
Menjadi
seorang tokoh politik seharusnya ia juga harus bisa menjaga citra didepan
masyarakat. Ahok harus bias membatasi perilakunya dan perkataan yang tidak
sepantasnya di ucapkan bagi seorang tokoh politik . Karena tindakan tersebut
sangat tidak pantas untuk ditunjukan kepada masyarakat , dan akan mengakibatkan
dirinya akan kekurangan massa yang berperan untuk memilih dirinya pada pilkada
2017 pada Februari yang akan datang.
Sebagai
masyarakat pun harus menilai mana yang lebih baik apa yang telah di
informasikan melalui media cetak maupun media massa. Karena suatu berita belum
tentu pasti apa betul itu kebenarannya . Bisa saja berita tersebut menjadi
berita rekayasa media untuk menurunkan citra seseorang maupun
kelompok-kelompok.
Referensi
:
Komentar
Posting Komentar